Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PU-Pera) Basuki Hadimuljono menerbitkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 20/PRT/M/2014 yang mengatur soal ketentuan rumah tapak subsidi.
Aturan ini mengatur bahwa pembangunan rumah subsidi jenis rumah tapak (landed house) hanya untuk kota/kabupaten dengan jumlah penduduk di bawah 2 juta jiwa. Rumah subsidi yang dimaksud adalah subsidi bunga kredit pemilikan rumah (KPR) lewat skema Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) untuk rumah tapak.
"Yaitu hanya boleh diberikan untuk kawasan dengan jumlah penduduk di bawah 2 juta orang penduduk," kata Deputi Bidang Pembiayaan Kemen PU-Pera Maurin Sitorus di Kantor Kementerian PU-Pera, Jakarta, Kamis (18/12/2014).
Ia menyebutkan setidaknya ada tujuh kota yang masuk dalam daftar yang tidak boleh dibangun rumah tapak yang masuk dalam KPR skema subsidi bunga FLPP.
"Yaitu Kota administratif Jakarta Barat, Jakarta Timur, Jakarta Selatan, Bekasi, Bandung, Surabaya dan Medan," katanya.
Berikut rincian jumlah penduduk dan luas wilayah kota-kota yang dilarang berdiri rumah subsidi tapak:
- Kota Administrasi Jakarta timur 2.721.996 jiwa (182 km2)
- Kota Surabaya 2.719.859 jiwa (350,54 km2)
- Kota Medan 2.602.612 jiwa (265 km2)
- Kota Bandung 2.152.661 jiwa (167,67 km2)
- Kota Adm Jakarta Barat 2.171.217 jiwa (174,44 km2)
- Kota Bekasi 2.102.919 jiwa (206,61 km2)
- Kota Adm Jakarta Selatan 2.027.399 jiwa (154.32 km2)
Sebelumnya saat menteri perumahan rakyat (Menpera) Djan Faridz, telah menghapuskan subsidi bunga untuk rumah tapak (landed house) dengan skema pembiayaan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) per 31 Maret 2015. Artinya mulai April tahun depan, tak ada lagi fasilitas bunga KPR tetap 7,25% selama 15-20 tahun untuk rumah tapak, atau hanya berlaku untuk rusun.
Dalam Peraturan Menteri Perumahan Rakyat No 3 Tahun 2014, disebutkan bahwa subsidi bunga untuk FLPP diperuntukkan bagi pembiayaan rumah susun, tidak lagi rumah tapak. Peraturan itu berlaku efektif mulai 1 April 2015.
FLPP berlaku untuk pekerja dengan penghasilan maksimal Rp 4 juta (rumah tapak) dan maksimal Rp 7 juta (rusun), dengan bunga 7,25% flat selama 20 tahun, dengan uang muka ringan hanya 10%, dan harga rumah yang diatur pemerintah.
Salah satu alasan kebijakan ini karena ada kekhawatiran konversi lahan produktif seperti pertanian untuk hunian. Selain itu, subsidi KPR untuk rumah tapak di sekitar Jabodetabek hanya memungkinkan MBR bisa membeli hunian jauh dari kota, karena harga tanah yang mahal di kota besar.
Sumber : http://goo.gl/2ZVH6v
No comments:
Post a Comment